JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Hampir semua pihak sepakat, bahwa pemilihan umum kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta adalah gelaran politik yang sangat kompetitif.
Pertarungan
sedemikian ketat sejak masa penggodokan nama bakal calon, putaran
pertama dengan tiga pasang calon, hingga sekarang putaran kedua dengan
dua pasang calon.
Pertarungan penuh intrik dengan berbagai
manuver adalah hal wajar dalam pilkada, asalkan semuanya ada dalam
koridor yang diperbolehkan.
Ibarat permainan sepak bola yang
kemarin baru saja dikejutkan dengan kemenangan 6-1 Barcelona atas PSG,
untuk menjaga permainan tetap atraktif sekalipun keras dibutuhkan wasit
yang ketat untuk menjaga agar pilkada tetap demokratis dan tidak berat
sebelah menguntungkan salah satu calon tertentu.
Wasit harus
mampu menjaga persepsi bahwa semua keputusannya adil. Persepsi sebagai
kata kunci di sini, jangan sampai malah wasit bermanuver—sengaja atau
tidak—yang memunculkan persepsi negatif mengenai netralitas wasit.
Dalam
konteks inilah manuver yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) DKI Jakarta Sumarno dan Ketua Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Mimah Susanti menjadi masalah.
Keduanya kemarin (9/3)
bertemu dengan tim sukses (timses) pasangan Basuki Tjahaja
Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) di sebuah hotel di bilangan
Gadjah Mada. Tak ayal keriuhan terjadi dan netralitas KPUD DKI Jakarta
serta Bawaslu DKI Jakarta dipertanyakan publik.
Kalau alasannya
agar ada kesepahaman mengenai DPT serta kesiapan pilkada putaran kedua
seperti yang disampaikan tim sukses (timses) Ahok-Djarot maupun Sumarno
dan Mimah Susanti, tentu tidak elok jika hanya dilakukan pertemuan
bersama salah satu timses.
Idealnya KPUD bersama Bawaslu bisa mengundang kedua pasang calon baik ke Kantor KPUD maupun Bawaslu DKI Jakarta.
Tentu
sangat mengherankan kalau timses Ahok-Djarot yang disuarakan Nusron
Wahid menganggap pertemuan itu adalah hal yang biasa. Wasit bertemu
dengan semua pihak yang akan bertanding bersama-sama itu wajar, tetapi
bertemu dengan hanya satu pihak saja tidak wajar.
KPUD DKI
Jakarta dan Bawaslu DKI Jakarta sebagai wasit dan penyelenggara harus
sadar bahwa persepsi sangat penting dalam gelaran politik yang sengit
seperti di Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini.
Manuver-manuver
yang menimbulkan kecurigaan akan merusak persepsi masyarakat terhadap
kedua lembaga tersebut dan bahkan bisa berefek pada pilkada ini sendiri.
Tentunya
kita tak ingin gelaran demokrasi yang sudah menyedot energi dan sumber
daya bangsa ini sedemikian rupa menjadi rusak karena manuver yang tidak
sensitif dari para penyelenggara dan wasitnya.
Sudah barang tentu Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat sebagai induk dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus turun tangan dalam
kasus ini. Jangan sampai pola seperti ini menjadi preseden yang tidak
baik dan dicontoh KPUD dan Bawaslu di berbagai daerah lain.
_____________________________________
Darius Leka, SH/Sumber: sindonews.com/ Ilustrasi pilkada. Foto/SINDOnews/Dok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar