JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Pengemudi ojek berbasis
aplikasi mengeluhkan nasibnya yang masih belum terakomodir dalam aturan revisi
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016. Pengojek online meminta agar
posisinya sebagai moda transportasi juga dapat diakomodir dalam revisi
Permenhub sesuai rencana akan diberlakukan per 1 April 2017.
Hal itu disampaikan Badai Asmara
yang merupakan salah satu pengemudi ojek berbasis online yang bermitra dengan
aplikator Go-Jek. Badai berharap agar pemerintah juga memikirkan nasib
pengemudi ojek online roda dua yang belum diakomodir baik dalam undang-undang
maupun Permenhub yang akan diberlakukan tersebut. "Kita berharap ada payung hukum
yang menaungi ojek online. Selama ini kan orang tahunya ojek online itu
perusahaan transportasi padahal itu kan jasa aplikasi. Makanya kita minta
legalitas kita diakui," kata Badai Asmara, di Komplek Parlemen, Senayan,
Jakarta, Senin (27/3).
Dalam Permenhub Nomor 32/2016, yang
direvisi memang belum mengakomodir pengojek berbasis roda dua ke dalam
undang-undang. Meskipun telah melakukan revisi sebanyak sebelas poin, Permenhub
tersebut belum memuatkan roda dua sebagai transportasi publik.
Hal lain yang diungkap Badai juga
soal kuota ojek online yang menurutnya perlu diatur dengan ketat. Pasalnya,
ojek online yang masih terus berpolemik dengan masalah legalitasnya yang belum
diakui sesuai aturan hukum tapi pihak aplikator malah membuka rekretmen baru.
Kebijakan itu dinilainya akan
membuat masalah baru. Karena itu, dia meminta pihak pemerintah dan pihak
pengusaha aplikasi untuk menuntaskam persoalan internalnya dengan membuat
payung hukum legalitasnya terlebih dahulu. "Transportasi online yang sudah
banyak masa tidak bisa dibuat undang-undang baru," keluhnya.
Menanggapi keluhan pengemudi itu,
politisi Partai PPP Reni Marlinawati juga menyayangkan lambannya pemerintah
merespons fenomena ojek online yang telah menjamur diperkotaan. Padahal jumlah
pengemudi ojek online sudah kentara dan juga memberi kemudahan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Reni menilai harus
ada payung hukumnya yang memperjelas posisi pengemudi ojek online terutama
posisinya sebagai mitra dari penyedia aplikasi. "Posisi mereka dengan
apikator juga diperjelas legalitasnya. Selama ini mereka selalu menjadi pihak
yang dirugikan," kata Reni kepada wartawan di Komplek Parlemen.
Lebih jauh Reni juga memandang perlu
aturan yang lebih rinci soal kesamaan tarif antar penyedia aplikasi. Selama
ini, soal kesamaan tarif sama sekali belum tersentuh sehingga, antar penyedia
aplikasi tidak terjadi persaingan tarif yang akan merugikan sesema penyedia
aplikasi. "Jadi pemerintah penting untuk
mengatur dan meregulasi keberadaan mereka. Saya nanti akan sampaikan dikomisi
agar Permen 32 direvisi kembali dan ditambah klausul yang mengatur khusus
terkait kendaraan roda dua," ungkap ketua Fraksi PPP tersebut.
Pemerintah harus adil
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus
Hermanto meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk
mengatasi polemik antara transportasi online dan konvensional. Pemerintah
diminta tidak berpihak ke salah satu saja. "Pemerintah harus mengeluarkan
kebijakan yang tepat. Apa yang diinginkan online dan konvensional seperti apa.
Tidak boleh berpihak kepada siapapun, tentunya (berpihak) kepada semua
pihak," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di kompleks parlemen, Senayan,
Jakarta, Senin (27/3).
Menurut Agus, permasalahan angkutan
ini telah menjadi perhatian masyarakat dalam skala nasional. Permasalahan ini
menurutnya hanya soal berebut mencari rezeki. Oleh karenanya DPR, kata Agus, akan
terus mendorong pemerintah untuk membuat peraturan dengan sebijak-bijaknya
sehingga dua kubu, yakni angkutan online dan tradisional sama-sama untung. Agus
menyebut salah satu cara yang dapat diambil pemerintah untuk memecahkan
permasalahan ini adalah dengan melakukan sosialisasi dan pertemuan-pertemuan
dengan diikuti masing pihak yang berseteru.
"Pemerintah harus mengatur
kebijakan dengan bijaksana sehingga baik online dan tradisional tidak
dirugikan. Ini harus diadakan titik temu, diadakan suatu sosialisasi, diadakan
pertemuan, barangkali mengeluarkan kebijakannya tidak secepat apa yang harus
diinginkan namun banyak menerima masukan-masukan," paparnya. "Hati kita teriris melihat
saudara kita berebut masalah rezeki. Kebijakan yang sekarang tidak berpihak
pada siapapun," tutup politikus Demokrat itu.
Menanggapi permintaah DPR ini,
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, J.A.
Barata juga menyampaikan, pemerintah telah merespons keluhan soal gejolak
transportasi yang terjadi belakangan ini dengan merevisi Permen tersebut. Namun
revisi tersebut belum sempat mengakomodir kendaraan roda dua seperti Gojek,
Uber maupun grab. "Makanya ketika dilakukan
revisi-revisi itu untuk menampung keinginan-keinginan berbagai pihak,"
kata J.A. Barata saat menjadi pembicara dalam diskusi polemik Sindotrijaya, di
Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3).
Pemerintah sendiri mengakui, belum
memiliki data yang komprehensif soal transportasi online terutama soal jumlah
armada yang digunakan. Padahal pemerintah telah meminta kepada pihak penyedia
aplikasi untuk melaporkan jumlah armada yang terintegrasi dengan aplikasinya.
"Sampai saat ini belum dilakukan," pungkas Barata.
DKI siap
Terkait revisi Permenhub Nomor
32/2016 tentang aturan taksi online, Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono (Soni)
mengatakan Pemprov DKI saat ini sudah melakukan berbagai persiapan. Menurut
Soni, ada beberapa poin revisi Permenhub yang masih dalam pembahasan, diantaranya
regulasi tarif atas-bawah. Soni mengatakan saat ini pembahasan sedang dilakukan
oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). "Untuk Jabodetabek saya kira
Ibu Elly (Elly Adriani Sinaga, Kepala BPTJ) dan sekarang sedang dalam proses
koordinasi dan perhitungan," kata Soni di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka
Selatan, Jakarta Pusat, Senin (27/3).
"Tapi penerapannya saya kira
sebelum 1 April Insya Allah DKI sudah menerapkan itu," lanjutnya.
Terkait stiker, Soni mengatakan itu
adalah kewajiban untuk dilakukan. Dia menyebut bahwa aturan itu diterapkan atas
azas kesetaraan antara transportasi online dan transportasi konvensional. "Stiker mau tidak mau harus
dipasanglah. saya kira itu intinya untuk memberikan kesetaraan, keseimbangan
dan perlakukan yang adil bagi kendaraan yang online maupun konvensional. itu
prinsip perlindungan bagi semua pihak yang diberikan oleh negara," tutur
Soni.
Dirjen Otonomi Daerah (Otda)
Kemendagri itu mengakui adanya beberapa penolakan yang dilakukan oknum dari
transportasi online. Namun, dia menegaskan bahwa pemasangan stiker sebenarnya
dilakukan untuk memudahkan proses pengawasan. "Mula-mula stiker besar sekali,
tapi mereka keberatan. bolehlah, yang kecil tidak apa-apa. Tapi stiker itu
mesti di tempel. supaya mudah Dishub melakukan tindakan," tutupnya
_________________________
Darius Leka,SH/Sumber: www.gresnews.com/ Foto ilustrasi: istimewa
Pengemudi
ojek berbasis aplikasi mengeluhkan nasibnya yang masih belum
terakomodir dalam aturan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32
tahun 2016. Pengojek online meminta agar posisinya sebagai moda
transportasi juga dapat diakomodir dalam revisi Permenhub sesuai rencana
akan diberlakukan per 1 April 2017.
Hal itu disampaikan Badai Asmara yang merupakan salah satu pengemudi ojek berbasis online yang bermitra dengan aplikator Go-Jek. Badai berharap agar pemerintah juga memikirkan nasib pengemudi ojek online roda dua yang belum diakomodir baik dalam undang-undang maupun Permenhub yang akan diberlakukan tersebut.
"Kita berharap ada payung hukum yang menaungi ojek online. Selama ini kan orang tahunya ojek online itu perusahaan transportasi padahal itu kan jasa aplikasi. Makanya kita minta legalitas kita diakui," kata Badai Asmara, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3).
Dalam Permenhub Nomor 32/2016, yang direvisi memang belum mengakomodir pengojek berbasis roda dua ke dalam undang-undang. Meskipun telah melakukan revisi sebanyak sebelas poin, Permenhub tersebut belum memuatkan roda dua sebagai transportasi publik.
Hal lain yang diungkap Badai juga soal kuota ojek online yang menurutnya perlu diatur dengan ketat. Pasalnya, ojek online yang masih terus berpolemik dengan masalah legalitasnya yang belum diakui sesuai aturan hukum tapi pihak aplikator malah membuka rekretmen baru.
Kebijakan itu dinilainya akan membuat masalah baru. Karena itu, dia meminta pihak pemerintah dan pihak pengusaha aplikasi untuk menuntaskam persoalan internalnya dengan membuat payung hukum legalitasnya terlebih dahulu. "Transportasi online yang sudah banyak masa tidak bisa dibuat undang-undang baru," keluhnya.
Menanggapi keluhan pengemudi itu, politisi Partai PPP Reni Marlinawati juga menyayangkan lambannya pemerintah merespons fenomena ojek online yang telah menjamur diperkotaan. Padahal jumlah pengemudi ojek online sudah kentara dan juga memberi kemudahan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Reni menilai harus ada payung hukumnya yang memperjelas posisi pengemudi ojek online terutama posisinya sebagai mitra dari penyedia aplikasi. "Posisi mereka dengan apikator juga diperjelas legalitasnya. Selama ini mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan," kata Reni kepada wartawan di Komplek Parlemen.
Lebih jauh Reni juga memandang perlu aturan yang lebih rinci soal kesamaan tarif antar penyedia aplikasi. Selama ini, soal kesamaan tarif sama sekali belum tersentuh sehingga, antar penyedia aplikasi tidak terjadi persaingan tarif yang akan merugikan sesema penyedia aplikasi.
"Jadi pemerintah penting untuk mengatur dan meregulasi keberadaan mereka. Saya nanti akan sampaikan dikomisi agar Permen 32 direvisi kembali dan ditambah klausul yang mengatur khusus terkait kendaraan roda dua," ungkap ketua Fraksi PPP tersebut.
- See more at: http://www.gresnews.com/berita/hukum/90283-aturan-baru-transportasi-online-belum-sentuh-ojek/#sthash.SfQnhy6p.dpuf
Hal itu disampaikan Badai Asmara yang merupakan salah satu pengemudi ojek berbasis online yang bermitra dengan aplikator Go-Jek. Badai berharap agar pemerintah juga memikirkan nasib pengemudi ojek online roda dua yang belum diakomodir baik dalam undang-undang maupun Permenhub yang akan diberlakukan tersebut.
"Kita berharap ada payung hukum yang menaungi ojek online. Selama ini kan orang tahunya ojek online itu perusahaan transportasi padahal itu kan jasa aplikasi. Makanya kita minta legalitas kita diakui," kata Badai Asmara, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3).
Dalam Permenhub Nomor 32/2016, yang direvisi memang belum mengakomodir pengojek berbasis roda dua ke dalam undang-undang. Meskipun telah melakukan revisi sebanyak sebelas poin, Permenhub tersebut belum memuatkan roda dua sebagai transportasi publik.
Hal lain yang diungkap Badai juga soal kuota ojek online yang menurutnya perlu diatur dengan ketat. Pasalnya, ojek online yang masih terus berpolemik dengan masalah legalitasnya yang belum diakui sesuai aturan hukum tapi pihak aplikator malah membuka rekretmen baru.
Kebijakan itu dinilainya akan membuat masalah baru. Karena itu, dia meminta pihak pemerintah dan pihak pengusaha aplikasi untuk menuntaskam persoalan internalnya dengan membuat payung hukum legalitasnya terlebih dahulu. "Transportasi online yang sudah banyak masa tidak bisa dibuat undang-undang baru," keluhnya.
Menanggapi keluhan pengemudi itu, politisi Partai PPP Reni Marlinawati juga menyayangkan lambannya pemerintah merespons fenomena ojek online yang telah menjamur diperkotaan. Padahal jumlah pengemudi ojek online sudah kentara dan juga memberi kemudahan bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Reni menilai harus ada payung hukumnya yang memperjelas posisi pengemudi ojek online terutama posisinya sebagai mitra dari penyedia aplikasi. "Posisi mereka dengan apikator juga diperjelas legalitasnya. Selama ini mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan," kata Reni kepada wartawan di Komplek Parlemen.
Lebih jauh Reni juga memandang perlu aturan yang lebih rinci soal kesamaan tarif antar penyedia aplikasi. Selama ini, soal kesamaan tarif sama sekali belum tersentuh sehingga, antar penyedia aplikasi tidak terjadi persaingan tarif yang akan merugikan sesema penyedia aplikasi.
"Jadi pemerintah penting untuk mengatur dan meregulasi keberadaan mereka. Saya nanti akan sampaikan dikomisi agar Permen 32 direvisi kembali dan ditambah klausul yang mengatur khusus terkait kendaraan roda dua," ungkap ketua Fraksi PPP tersebut.
- See more at: http://www.gresnews.com/berita/hukum/90283-aturan-baru-transportasi-online-belum-sentuh-ojek/#sthash.SfQnhy6p.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar