Suami-isteri Katolik adalah sepasang pria dan wanita yang telah disatukan oleh Allah, sehingga mereka “tidak lagi dua melainkan satu” (Mat 19). Maka mereka berdua merupakan satu pasangan yang berkenan pada Allah dan terhormat di mata masyarakat. Bila perkawinan mereka itu sah dan dilakukan oleh dua orang yang telah dibaptis secara sah pula, maka perkawinan tersebut bahkan merupakan sebuah sakramen, sebuah tanda dan sarana rahmat, sebuah lambang dari “perkawinan suci” antara Kristus dan jemaatNya (Efesus 5).
Kepada mereka berdua itulah Allah menyerahkan anak, sebagai sebuah “titipan” dariNya. Sebagai “titipan” Allah, dan sekaligus juga sebagai citra Allah, setiap anak haruslah sepenuh-penuhnya mereka hargai, mereka cintai, mereka asuh, dan mereka didik, sehingga kelak di kemudian hari ia mampu dan berhasil mengasihi Allah dan sesamanya. Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan berkembangnya setiap anak. Beliau juga menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat pertama untuk pendidikan anak, sebelum ia dididik lebih lanjut di sekolah dan di tempat-tempat yang lain.Dalam rangka itu, kepada anak mereka, kedua orang tua diharap mau dan mampu memberikan teladan dan ajaran tentang kebaikan dan kebenaran.
4.1. TUJUAN DAN ISI PENDIDIKAN DALAM KELUARGA
Sekalipun tidak ada tujuan pendidikan dalam keluarga yang dirumuskan secara tersurat, tetapi secara tersirat dipahami bahwa tujuan pendidikan anak dalam keluarga pada umunya adalah agar anak berkepribadian mantap, beragama, bermoral dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Memperhatikan tujuan tersebut maka pendidikan keluarga dapat dipandang sebagai persiapan ke arah kehidupan anak yang matang dan dewasa dalam masyarakatnya. Adapun isi pendidikan keluarga lebih menitikberatkan pada penanaman nilai hakiki kehidupan, yaitu sebagai berikut:
4.1.1.Nilai Agama
Pendidikan atau penanaman nilai agama dalam keluaraga sangat penting diberikan kepada anak, karena akan membimbing anak ke arah kebahagiaan duniawi dan surgawi. . Penanaman dasar keimanan akan Allah sebagai satu-satunya penyelamat merupakan hal pokok, didukung dengan giat berdoa, rajin mengikuti perayaan ekaristi dan kegiatan rohani lainnya. Hal ini harus dilakukan oleh orang tua dengan penuh tanggung jawab, sabar, tawakal.Selain itu, unsur yang paling penting adalah orang tua harus menunjukan teladan hidup yang baik di tengah-tengah keluarga dan masyarakt.
4.1.2 Nilai Budaya
Budaya atau kebudayaan menurut Kuntjoro Ningrat adalah segala sesuatu yang merupakan hasil daya cipta, rasa, karsa dan karya manusia untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[1]Dalam kaitan ini orang tua harus mampu menperkenalkan nilai-nilai budaya kepada anaknya, baik yang bersifat materil maupun yang bersifat non materil(perkakas) seperti bahasa dan seni. Orang tua harus mampu menjadi filter masuknya budaya asing yang tidak relevan dengan kultur budaya bangsa.Hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua, diantaranya seperti: membimbing anak ketika menonton tayangan televisi, mengecek bentuk atau jenis permainan anak, memperkenalkan teknologi, memberi pengertian tentang pakaian yang patut dan layak dikenakan oleh anak serta memperkenalkan seni tradisional seperti dongeng-dongeng yang bijak dan sebagainya.
4.1.3 Nilai Moral
Penanaman nilai moral lebih pada pembiasaan anak untuk bersikap atau berperilaku sopan dan santun terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya.Tutur kata yang halus dan sapaan yang baik harus ditanamkan sejak dini pada diri anak di dalam keluarga.Orang tua pun harus memberi pengertian dan contoh perilaku yang bermoral dan perilaku yang tidak bermoral serta akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut.Dalam hal ini sikap keteladanan orang tua sangat diharapkan agar anak mempunyai figur yang ideal dalam bersikap dan bertindak.
4.1.4 Nilai Keterampilan
Nilai-nilai keterampilan dasar (basic skill) di dalam keluarga seyogyanya diberikan kepada anak, seperti keterampilan membereskan tempat tidur, membersihkan kamar mandi, mengepel ruangan, menata perabot, cara berbusana, bercocok tanam, membaca, menulis, berhitung, dan komputerisasai serta keterampilan lainnya. Hal tersebut akan memberikan bekal kepada anak untuk untuk melangsungkan kehidupan di masa yang akan datang serta dapat menunjang keberhasilan belajar anak.
4.2 METODE ORANG TUA KATOLIK DALAM MENDIDIK ANAK
Tentu banyak orang tua Katolik sudah tahu bagaimana cara mendidik anaknya. Tetapi tidak sedikit juga yang merasa kesulitan untuk mendidik atau mengajar anaknya.Pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua katolik bukan jaminan bagi efektifnya orang tua untuk mendidik anaknya.Karena itu orang tua katolik perlu mengenal beberapa unsur perilaku yang harus dimiliki sebagai orang tua dalam mendidik anaknya. Unsur itu adalah sebagai berikut:
4.2.1 Menyediakan Waktu BagiAnak
Orang tua perlu menyediakan waktu secukupnya untuk membangun relasi yang harmonis dengan anak.Metode pendidikan apapun yang diberikan oleh orang tua, baru bias dilaksanakan bila orang tua bersedia untuk ada bersama dengan anak-anaknya. Meskipun orang tua sangat sibuk dengan urusan ekonomi rumah tangga, politik, dan sebagainya,anak mesti tetap harus mendapat prioritas utama karena anak dalam usia manapun sangat membutuhkan kehadiran dan pendampingan dari orang tuanya.
4.2.2 Membangun Komunikasi yang Akrab
Hanya dengan komunikasi yang baik dalam keluarga, relasi yang akra bantara orang tua dan anak dapat terbina.Maka dengan demikian anak dapat dibantu menuju kematangan pribadi. Komunikasi yang dimaksud mengandaikan adanya demokrasi, halmana yang ditonjolkan adalah unsur musyawarah untuk mencapai mufakat.Dalam iklim yang demokratis dalam keluarga setiap anak merasa bebas untuk mengeluarkan pendapat dan keinginannya, dan bahwa anak juga akan semakin percayadiri (self confidence).
4.2.3 Efektif Dalam Memecahkan Masalah Anak
Mengatasi kenakalan dalam cara mendidik anak juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Bukan berarti memecahkan masalah harus selalu dengan memberikan hukuman pada sang anak.Karena cara demikian justru akan membawa dampak lain bagi anak yakni anak merasa minder dalam pergaulan sosial dan tidak percayadiri, bimbang dan selalu bergantung. Akan tetapi usaha mengatas ikenakalan anak bisa diatasi dengan cara menghentikan perhatian yang berlebihan dan memberikan pujian yang pantas ketika anak melakukan hal-hal yang baik. Dengan cara demikian orang tua menunjukkan sikap adil atas hidup anaknya.
4.3 HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI BAGI ANAK KATOLIK
Dalam kehidupan di tengah dunia, manusia selalu saja dirundung sukadan duka.Ditengahkesulitanitukaryapendidikankristiani member tugas kepada orang tua untuk melatih dan mendidik anaknya dengannilai-nilai hakiki hidup manusia. Anak harus menjadi dewasa dengan sikap bebas yang tepat terhadap barang-barangjasmani, menjalani hidup sederhana dan harus yakin bahwa dirinya jauh lebih berhargad aripada apa yang dipunyainya.Dalam menghadapi masyarakat yang diguncang oleh ketegangan dan pertentangan nilai akibat sikap individualisme dan egoisme, anak harus diperkaya tidak hanya dengan kesadaran atas persaudaraan, solidaritas, keadilan yang sejati tetapi juga cintakasih. Karena itu keluarga mempunyai tugas penting untuk menjadi guru yang membimbing dan mengajar anak-anak mengenal dan berpedomaan pada nilai-nilai keutamaan, kebenaran dan jugak ebajikan katolik. Dengan demikian keluarga mempunyai peran untuk menjadi guru yang memberikan pendidikan nilai bagi anaknya.
Pendidikan kemurnian sungguh hakiki.Sebab kemurnian merupakan keutamaan yang mengembangkan kematangan sejati seseorang dan membuatnya mampu menghormati dan memupuk makna kehidupan keluarga.Bagi orang tua Katolik, tugas mendidik anak merupakan tugas untuk turut serta dalam karya penciptaan Allah yang khas diterimanya dalam dan melalui sakramen perkawinan.
Kesadaran orang tua akan perutusan dan panggilannya mendidik anak dalam sakramen perkawinan akan membantu orang tua untuk bertanggung jawab dalam mendidik anak dihadapan Allah. Sebab Allah sendiri yang memberikan mereka tugas dan perintah untuk mendidik anak secara benar menurut nilai-nilai keutamaan yang baik dan benar.
Pendidikan nilai bagi anak dapat dilakukan dan diajarkan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.Dengan demikian keluarga merupakan sebuah lembaga pendidikan nilai yang pertama bagi anak.Karena itu orang tua mempunyai tugas untuk menciptakan kondisi dan situasi yang dapat mendorong anak belajar tentang nilai-nilai keutamaan, kebenaran dan makna esensial dari kehidupan sebagai orang Katolik.[2]
4.3.1 Pendidikan Nilai Sebagai Proses Komunikasi
Keluarga merupakan suatu unit dasar kehidupan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.Dasar kehidupan keluarga harus dibangun pada suatu relasi yang akrab atas dasar saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam semangat cinta kasih.
Orang tua perlu menciptakan situasi kehangatan dalam rumah tangga sehingga anak-anak benar-benar betah tinggal di rumah.Aspek yang perlu demi kepentingan ini adalah komunikasi antara sesama anggota keluarga.Komunikasi yang akrab, tulus, terbuka dan dalam semangat cinta kasih mengantar anggota keluarga pada kebahagian baik secara individu maupun bersama sebagai satu keluarga.
Secara teologis, komunikasi yang harus dibangun dalam keluarga katolik, mempunyai dasar yang kuat dalam tindakan Allah.Sebab Allah orang Kristen (Katolik) adalah Allah yang mengkomunikasikan diriNya kepada umatnya.Puncak komunikasi Allah kepada umatnya terwujud dalam pribadi Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia. Tujuan komunikasi Allah atas umatnya tidak lain agar manusia mengenalNya, menciptakan relasi yang akrab denganNya dan mengharapkan umatNya menanggapai komunikasi Allah itu dengan iman akanNya. Sebab melalui Kristus, Allah telah mengkomunikasikan dirinya tanpa menyembunyikan apapun dari umatNya.
Komunikasi Allah dan umatNya merupakan model yang harus ditiru oleh orang katolik dalam membangun komunikasi dalam keluarga.Komunikasi yang jujur dalam keluarga membantu suami dan istri menghayati isi janji pernikahan untuk saling menguduskan dalam situasi apapun.Selain sebagai model, Allah yang mengkomunikasikan diriNya, juga merupakan kekuatan bagi keluarga. Dalam kekuatan Allah, suami-istri, orang tua dan anak saling menerima api komunikasi Allah. Pendidikan nilai akan berjalan secara benar dan efektif bila ada komunikasi yang akrab antara anggota keluarga dalam terang api Ilahi Allah.
4.3.1.1 Model Dasar Komunikasi Keluarga
Komunikasi dalam keluarga akan terbangun dengan baik jika tiap anggotanya melepaskan diri dari sikap egoisme. Komunikasi membutuhkan sikap saling mendengarkan, saling memahami dan terbuka satu sama lain. Demi mencapai komunikasi yang baik dalam keluarga, maka pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi dalam keluarga, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
4.3.1.1.1 Keyakinan
Pertama-tama harus mempunyai keyakinan bahwa komunikasi dan apa yang dikomunikasikan berguna dan bermanfaat bagi dirinya dan lawan bicaranya.Orang tua dan anak-anak penting memiliki keyakinan bahwa komunikasi yang baik dalam keluarga dapat membangkitkan, meneguhkan, menyempurnakan dan memotivasi semangat berbagi demi mendorong pertumbuhan dan perkembangan laju pendidikan nilai di tengah keluarga.
4.3.1.1.2 Sikap Menerima
Komunikasi identik dengan dialog yang menuntut intensitas dan totalitas dalam berkomunikasi. Oleh karena itu anggota keluarga yang berkomunikasi membutuhkan sikap saling menerima dalam mendengarkan satu dengan yang lainnya. Sikap saling menerima satu sama lain akan mendorong keharmonisan dan keterbukaan bagi anggota keluarga, orang tua dan anak dalam keluarga.
4.3.1.1.3 Menghargai
Menghargai lawan bicara mengambarkan bahwa kita adalah subyek yang berpribadi. Tindakan menghargai itu dapat dilakukan dengan belbagai cara, misalny; tidak memotong pembicaraan, memberikan tanggapan setelah pembicaraanya selesai. Dengan cara ini, lawan bicara akan merasa dihargai, diterima tanpa adanya prasangka buruk. Sikap model ini perlu juga dikembangkan dalam keluarga. Artinya tiap anggota keluarga, baik orang tua maupun anak-anak mempunyai hak yang sama dalam berbicara dan menyatakan pendapat.Meskipun demikian orang tua tetap mempunyai point lebih, karena orang tua adalah guru, pendidik sekaligus teman bagi anak dalam keluarga.
4.3.1.1.4 Kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu sikap yang dibutuhkan dalam mendukung adanya komunikasi yang baik dalam keluarga.Bersikap jujur dalam berkomunikasi berarti tidak berpura-pura dan percaya pada pasangan bicara tanpa perasaan curiga. Kejujuran dalam berkomunikasi dalam keluarga atau juga dalam hal lain akan membawa keluarga pada sausana bahagia, tentram dan aman.
4.3.1.1.5 Mengerti
Membangun komunikasi sejati dalam keluarga membutuhkan pengertian dan pemahaman tentang apa yang akan dikomunikasikan. Karena itu, pihak yang terlibat dalam komunikasi perlu memahami beberapa hal berikut untuk mendukung pelaksanaan komunikasi sejati antara lain;
Pertama: Memahami Ajaran Iman
Setiap keluarga katolik (orang tua) diwajibkan untuk tahu tentang hakikat pendidikan iman katolik bagi anaknya. Sebab tidak mungkin ia (orang tua) dapat mendidik anaknya tanpa ia tidak mengetahui apapun apa yang ia ajarkan. Karena itu tiap orang tua katolik dituntut untuk beriman teguh dan karenanya mampu mengajarkannya kepada anak-anaknya.
Kedua: Memahami Tujuan
Tujuan membangun suasana komunikatif dalam keluarga adalah menyesuaikan pendapat, perasaan, atau kemauan yang berbeda mengenai suatu hal yang perlu diselesaikan bersama dalam keluarga.
Ketiga; Memahami Persoalan
Tiap mitra dialog atau mitra komunikasi dalam keluarga perlu memahami persoalan yang dibicarakan baik oleh istri, suami, maupun oleh anak-anak. Pemahaman mitra dialog juga berpengaruh terhadap berhasilnya komunikasi dalam keluarga.
Keempat; memahami nilai hidup yang dihayati mitra dialog
Tiap pribadi tentu mempunyai otonomi sendiri, meskipun satu keluarga.Otonomi pribadi itu yang memungkinkan adanya prinsip dan nilai-nilai yang dihayati secara berbeda dalam keluarga.Karena itu tiap anggota keluarga harus rela dan berkorban untuk menghormati dan memahami nilai-nilai yng dianut oleh tiap anggota dalam keluarga.Meskipun demikian keluarga harus tetap mempertahankan kesatuan keluarga dalam pelbagai aspek.
4. 3.1.2 Sikap Komunikasi Dalam Kaitan Dengan Perubahan dan Pembentukan Sikap
4.3.1.2.1 Komunikasi Suami dan Istri
Suami istri merupakan dua individu yang menjadi peletak dasar komunitas keluarga.Perkawinan menyatukan mereka dalam keluarga, untuk membangun kehidupan rumah tangga.Suami dan istri harus mendasari kehidupan rumah tangga mereka dengan semangat cinta kasih.Cinta kasih antara suami dan istri harus dipupuk, disemai, dipelihara dan dikembangkan hingga berbuah kebajikan hidup dalam keluarga.
Cinta kasih yang menjadi dasar kehidupan keluarga, juga harus mendasari komunikasi antara suami dan istri dalam keluarga.Komunikasi dalam semangat cinta kasih antara suami dan istri dapat mendorong pengenalan diri masing-masing secara lebih mendalam. Demi mencapai tujuan itu, suami dan istri harus mampu membangun kejujuran, keterbukaan, kerelaan dan kesediaan untuk berkomunikasi satu sama lain. Jika hal ini terjadi, maka komunikasi yang efektif dalam keluarga akan menjadi sumber kehidupan dalam keluarga.
4. 3. 1. 2. 2 Komunikasi Orang Tua dan Anak
Tingkat intensitas komunikasi orang tua dengan anak dapat mempengaruhi perubahan dan perkembangan kepribadian anak. Karena itu orang tua dan anak perlu menggembangkan budaya komunikasi yang terbuka satu dengan yang lain. Orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anak dengan bermacam-masam alasan akan membawa dampak buruk terhadap perkembangan kepribadian dan sikap anak. Misalnya, orang tua yang terlalu sibuk dalam pekerjaannya akan kekurangan waktu untuk berkomunikasi dan mendidik anaknya. Akibatnya kepribadian dan sikap anak tidak dapat dikontrol dengan baik.Padahal anak-anak membutuhkan perhatian, pendidikan, kehangatan, dan kedamaian di tengah keluarga.Karena itu orang tua wajib untuk mempunyai cukup waktu untuk ada bersama dengan anaknya, menjadi guru, sahabat dan pendamping bagi mereka.
Orang tua adalah guru dan pendidik utama dalam keluarga.Peran itu hanya dapat dilakukan jika orang tua mempunyai waktu untuk bersama anaknya. Orang tua yang bijak akan memanfaatkan waktunya itu secara tepat dalam mengkomunikasikan nilai-nilai yang harus dipelajari dan dipraktekan anaknya dalam hidup. Karena itu orang tua mempunyai peran sebagai fasilitator nilai bagi anak, dan anak diharapkan mempunyai kesadaran dan niat baik untuk senantiasa berubah dalam hidup.[3]
4.3.2 Pendidikan Nilai Sebagai Proses Transformasi
Kehidupan manusia di tengah dunia modern dewasa ini selalu mendapat tekanan dari media masa, TV, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap kehidupan anak.Tayangan kekerasan, pencurian, tawuran, judi dan tindakan kriminal lainnya membawa efek negatif bagi mental dan sikap anak.Akibatnya anak tidak lagi mampu membedakan sikap dan nilai yang baik dan benar dengan sikap dan nilai yang buruk.
Dalam suasana kacau seperti disebutkan di atas Gereja mempunyai kewajiban untuk membina anak muda agar lebih bertanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, Gereja dan Negara.Gereja terpanggil untuk mengajarkan dan mewartakan pentingnya nilai-nilai pribadi manusia sebagai manusia.
Keluarga katolik adalah Gereja mini.Karena itu keluarga katolik secara khusus orang tua dipanggil untuk melakukan tugas Gereja dalam mendidik anaknya dengan nilai- nilai penting kehidupan manusia.Orang tua mempunyai tugas berat sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan anak, untuk memperkenalkan kepada anaknya nilai-nilai kehidupan yang baik dan benar.Orang tua katolik dipanggil untuk menjadi agen perubahan masyarakat dengan tindakan menemukan kembali nilai-nilai kehidupan manusia yang hilang karena pengaruh buruk kehidupan manusia modern.Orang tua katolik dipanggil untuk menjadi guru pertama yang membekali anak-anaknya dengan pendidikan nilai yang baik dan benar.
Pendidikan nilai yang diberikan orang tua kepada anaknya diharapkan mampu membantu anak-anak untuk mempunyai kemampuan agar dapat membedakan dan menilai yang buruk dan yang baik dalam kehidupan. Pendidikan nilai yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan yang mampu mencegah anak-anak dari kebiasaan buruk sekaligus mengubah kehidupan anak yang brutal dan yang tidak sesuai dengan norma dalam masyarakat.
Perubahan atau tranformasi dari kebiasaan buruk ke kebiasaan yang baik merupakan tujuan utama pendidikan nilai bagi anak zaman ini.Sebab kebaikan merupakan cita-cita hidup bersama yang dijunjung tinggi baik dalam keluarga, masyarakat maupun Negara.Karena itu setiap keluarga, masyarakat dan Negara mempunyai patokan-patokan nilai sebagai pengendali semua sikap anggotanya.Patokan-patokan nilai itu merupakan tatanan nilai yang diungkapkan dalam hukum tata susila yang tertulis maupun yang tidak tertulis.Pihak pertama yang mensosialisasikan tatanan nilai itu kepada anak adalah orang tua.Tujuannya agar anak dapat menjadikan nilai-nilai itu sebagai acuan dan patokannya dalam bertindak dalam keluarga, masyarakat dan Negara.
Anak yang mampu menghayati tatanan nilai yang diwariskan atau yang diajarkan oleh orang tuanya akan secara perlahan bertumbuh menjadi pribadi yang matang dalam menghadapi tantangan dan situasi buruk dunia ini. Anak yang matang dalam menghayati nilai-nilai yang diajarkan orang tuanya akan mampu membedakan mana sikap yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari dalam masyarakat. Dengan demikian anak akan terhindar dari tindakan kejahatan dan berbalik arah menemukan hal-hal positif, baik dan membangun dalam kehidupan dirinya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat dan Negara. Karena itu peran pendidikan nilai yang diwariskan oleh orang tua dalam keluarga sangat penting.Sebab orang tua mempunyai kapasitas sebagi guru yang mampu merubah dan menentukan kepribadian anaknya.Pengajaran dan keteladanan orang tua, ataupun tokoh tertentu dalam masyarakat, juga sangat membantu anak-anak dalam menghayati nilai-nilai kebaikan dalam keluarga dan masyarakat.
Pendidikan nilai dalam keluarga sangat penting, bukan hanya untuk meneruskan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya melainkan untuk mengolah dan membawa nilai-nilai yang sesuai dengan martabat manusia. Dengan adanya proses pendidikan nilai dalam keluarga, keluarga katolik mampu membudayakan masyarakat. Artinya keluarga Katolik menjadi pelopor masyarakat dalam menghayati nilai-nilai yang menghargai dan menghormati martabat manusia.
Secara faktual, tata nilai dalam keluarga,masyarakat dan Negara, selalu menyangkut tata susila yang mengatur hubungan antara individu yang dipengaruhi oleh sebuah ideology yang dianut.Artinya ideologi itu menjadi pengetahuan fungsional yang siap membantu dan mengarahkan manusia sehingga dapat menanggapi dan menilai situasi hidup dan menentukan sikap menurut ideologi atau nilai yang dianutnya.[4] Dengan demikian, keluarga (orang tua) katolik mempunyai peluang untuk menyebarkan nilai-nilai atau ideology iman katoliknya terhadap anak-anaknya melalui pendidikan nilai yang diwariskannya dan secara perlahan akan mempengaruhi ideology masyarakat tempat tinggalnya.
4.4. PERAN KELUARGA DALAM PROSES PENDIDIKAN NILAI BAGI ANAK KATOLIK
Keluarga katolik menemukan dasar panggilannya untuk mendidik anaknya dalam rencana Allah pencipta dan penebus yang tidak hanya memperhatikan diri-Nya sendiri tetapi juga apa yang harus dilakukanNya bagi orang lain. Tugas mendidik anak harus dilakukan keluarga dalam panggilan sebagai keluarga katolik menurut panggilan Allah.Karena itu keluarga harus kembali ke “asal- usul” karya penciptaan Allah.Tujuannya agar keluarga katolik menemukan dirinya dan tugasnya dalam mendidik anaknya dalam iman dan nilai-nilai katolik.
Keluarga katolik mempunyai tugas perutusan untuk makin menjadi sesuatu sesuai dengan hakikatnya yakni hidup dalam kasih, dalam satu usaha yang akan mencapai pemenuhan di dalam kerajaan Allah sebagaimana hal itu diciptakan dan ditebus. Jika demikian keluarga mempunyai tugas perutusan untuk menjaga, menyatakan dan menyampaikan cinta kasih Allah kepada anaknya. Dengan cara demikian keluarga (orang tua) katolik telah berpartisipasi dalam menyatakan kasih Allah atas anak-anaknya dan kasih Kristus bagi Gereja mempelaiNya.[5]
4.4.1 Orang Tua: Pendidik Utama Dalam Keluarga
Orang tua adalah penanggung jawab pertama dan utama dalam tugas mendidik anak.Orang tualah yang melahirkan anak ke dunia, menghidupan dan membesarkan anak. Orang tua yang memberikan nama atas anaknya. Dalam dan melalui nama itu orang tua meletakan harapan besar dan baik atas masa depan anaknya. Pepatah latin mengatakan “nomen is omen”, yang berarti nama adalah tanda yang mempunyai arti. Dalam nama itu orang tua menuangkan harapan besar akan masa depan cerah dan cemerlang anaknya.
Orang tua memang merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam mendidik dan mendewasakan anaknya. Karena itu orang tua dituntut untuk berupaya maksimal dalam mendidik anaknya dengan cara tepat, efektif dan terus menerus. Artinya orang tua tidak boleh menyerahkan begitu saja tanggung jawabnya dalam mendidik anak kepada pengasuh anak, pembantu, guru di sekolah ataupun pihak lain. Orang tua dituntut untuk terus menjadi pendidik bagi anaknya sampai anak itu menjadi matang dalam kepribadian dan menginternalisasikan apa yang baik dari pendidikan nilai yang diterimanya baik dari orang tua, guru di sekolah maupun dari lingkungan masyarakat.
Kenakalan remaja dan kejahatan yang disebabkan oleh anak-anak membuat orang tua harus lebih ekstra dalam mendidik dan mengawasi anaknya.Orang tua diwajibkan untuk memberi porsi pada pendidikan nilai moral, etika, dan agama pada pendidikan nilai bagi anak-anaknya.Orang tua juga wajib mengawasi anaknya dan berkewajiban pula untuk menjelaskan secara rasional mengapa mereka harus mengawasi tindakan, tutur kata dan kebiasaan anaknya. Dengan cara demikian orang tua membiasakan proses komunikasi dan pendidikan yang terbuka dan jujur dalam keluarga.
Orang tua sebagai penanggung jawab dalam memberikan pendidikan nilai bagi anak juga harus mempunyai kemampuan memotivasi anaknya agar bersemangat mempelajari nilai-nilai moral, etika dan agama yang diajarkannya.Motivasi yang baik, yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya membantu anak-anak untuk memahami dan menghayati nilai-nilai yang diajarkan orang tua atas anaknya.Orang tua juga harus mempunyai kedekatan secara pribadi dengan anaknya. Dengan cara itu orang tua dapat dengan tepat memahami apa yang terjadi dan yang dilamai oleh anaknya dan dapat segera mencarikan jalan keluarnya. Sebab tidak ada orang lain yang bisa lebih dekat dengan seorang anak, kecuali orang tuanya. Karena itu orang tua diharapkan menjadi orang pertama yang mengetahui masalah yang menimpa anaknya dan sekaligus menjadi penolong atas anaknya. Dengan cara itu orang tua mampu menjadi penolong, pendidik dan pendorong bagi anak agar lebih bertanggung jawab dalam hidup.[6]
4.4.2 Orang Tua: Sebagai Pendidik Nilai
Peran orang tua dalam mendidik anak merupakan panggilan yang diterima oleh setiap orang tua katolik dari Allah.Panggilan Allah ini tidak boleh diabaikan.Karena itu orang tua dalam proses mengajarkan pendidikan nilai bagi anaknya tidak boleh melupakan panggilannya itu.
Tugas orang tua katolik dalam memberikan pendidikan nilai bagi anaknya berakar dalam panggilan utama orang tua yang menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Orang tua mempunyai tugas untuk membentuk pribadi baru dalam dirinya dalam kerja sama dengan rahmat Allah, melahirkan individu baru ke dunia sekaligus bertanggung jawab dalam mendidiknya. Tugas orang tua selanjutnya adalah agar individu baru (anak) yang dilahirkan ke dunia sungguh-sungguh mampu hidup sepenuhnya sebagai manusia yang bernilai dan bertanggnung jawab.
Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka mereka terikat kewajiban yang amat berat untuk mendidik anak-anaknya.[7]Kewajiban orang tua mendidik anaknya merupakan hal yang esensial sebab berkaitan dengan hak anak untuk meneruskan hidup.Pendidikan yang diberikan oleh orang tua atas anaknya tidak tergantikan oleh siapapun. Sebab orang tua mendidik dengan cara yang khas yaitu dengan penuh kasih sayang yang tidak dapat digantikan dan dilimpahkan kepada siapapun.[8]
Peran keluarga kristiani (katolik) dalam mendidik dan melatih pendidikan nilai bagi anaknya mempunyai tempat yang sangat pending dalam karya pastoral Gereja. Dengan mendidik anaknya secara baik dan benar, keluarga katolik telah ikut dan mendukung karya pastoral Gereja.Sebab Gereja dan karya pastoralnya juga mempunyai kewajiban untuk memperhatikan segala upaya yang mendukung bagi terselenggaranya pendidikan.[9] Karena itu penting bagi keluarga katolik untuk bekerja sama dengan jemaat kristiani yang lain, juga dengan para pendidik dan tenaga pastoral. Kerja sama itu ditujukan agar orang tua mendapat informasi sekaligus metode yang tepat dalam mendidik anaknya sesuai dengan ajaran iman dan nilai-nilai katolik.
Tradisi iman katolik mengajarkan bahwa pribadi manusia jauh lebih berharga dari apapun.Tradisi iman ini justru mendapat tantangan sebaliknya dari nilai kehidupan saat ini.Zaman sekarang orang lebih memperhatikan kehidupan yang penuh dengan harta benda, kekayaan, uang dan materi lainnya daripada pribadi manusia itu sendiri. Tugas orang tualah yang akan melindungi anaknya dari pengaruh buruk hidup zaman ini. Orang tua harus bisa mengajarkan nilai kristiani kepada anaknya.Bahwa nilai pribadi manusia jauh lebih berharga dari kekayaan apapun di dunia.Karena itu orang tua perlu mengajarkan hidup sederhana, peka, tanggung jawab, solider, dan disiplin pada anaknya dalam lingkungan hidup keluarga.
Tugas orang tua dalam mendidik nilai kristiani kepada anaknya senada dengan misi Allah yang ingin menjadikan semua bangsa sebagai muridNya. Maka orang tua wajib untuk memperlihatkan kepada anak-anak tentang nilai cinta Tuhan Yesus akan pribadi mereka. Tindakan ini harus didukung dengan kesadaran bahwa Tuhan Yesus telah memberikan kepercayaan kepada tiap ornag tua untuk mendidik anak-anaknya sebagai saudara-saudara Yesus.
Maksud pendidikan nilai kristiani yang diberikan orang tua kepada anaknya antara lain untuk; pertama: mengajarkan anak-anak tentang misteri keselamatan dan peran nilai keselamatan yang mereka terima dari Tuhan Yesus dalam aktivitas hidup mereka sehari-hari, kedua: melatih anak-anak untuk hidup sesuai dengan ajaran iman kristiani, menjadi orang yang berbudi baik, sederhana, toleran dan penuh tanggung jawab dalam semangat cinta kasih.
Orang tua yang sungguh- sungguh menjalankan tugasnya sebagai pendidik utama dalam keluarga telah menjadi bentara pesan injil Tuhan Yesus yang pertama dan utama. Orang tua dapat menjalankan tugas ini jika ia sendiri mengalami keteraturan hidup dan berdisiplin diri dalam kehidupan hariannya. Dengan cara demikian ia dan sikapnya menjadi acuan bagi anak-anak dalam belajar untuk menjadi pribadi yang dewasa. Cara demikian merupakan pengabungan pelbagi nilai untuk diinternalisasikan oleh subyek didik.[10]
4.5 SARANA DAN MATERI PENDIDIKAN NILAI DALAM KELUARGA
Orang tua adalah pendidik utama dalam keluarga.Tugas perutusan orang tua untuk mendidik anak-anak, membuat orang tua harus memulai mendidik anaknya dengan pendidikan nilai secara perlahan agar anak-anak diarahkan menuju kematangan dan kedewasaan pribadi dalam segala segi.Orang tua harus mampu mengikuti garis-garis pendidikan nilai kristiani dan mampu menunjukkan kepada anaknya nilai iman dan cinta Yesus Kristus kepada mereka berkat karya Roh Kudus.
Di tengah kehidupan manusia modern yang lebih sering mengesampingkan nilai cinta Tuhan Yesus, keluarga membutuhkan sarana yang tepat dalam menyampaikan pendidikan nilai bagi anaknya.Keluarga perlu menjadikan nilai injil dan mewartakannya kepada anaknya sebagai pusat dan sumber setiap orang yang beriman kepada Kristus.Berkat pelayanan orang tua itu, anak menemukan karya penyelamatan Allah melalui teladan dan pengajaran orang tua mereka sendiri. Selain injil orang tua perlu mensosialisasikan sarana pendidikan nilai yang sesuai dengan jiwa iman katolik yakni memiliki semangat doa bersama, mengantar anak-anak dalam mengikuti perayaan ekaristi, memotivasi anak untuk mengikuti sekolah minggu, sekami dan turut serta dalam organisasi OMK (Orang Muda Katolik). Orang tua juga perlu mendorong anaknya agar giat membaca buku-buku rohani untuk melengkapi dan mendukung kehidupan rohani anak dengan bacaan yang berguna dalam mendukung perkembangan iman mereka, mengadakan kegiatan katekese remaja, katekese anak dan juga katekese orang tua.
Orang tua katolik juga mempunyai hak untuk memilih sarana dan sekolah yang tepat bagi kelangsungan pendidikan nilai bagi anaknya.Negara dan Gereja juga mempunyai hak dan kewajiban untuk mendukung keluaga dalam menunaikan tugas pewarisan pendidikan nilai bagi anaknya.[11]Meskipun demikian sekolah, Negara dan gereja hanya menjadi sarana pendukung dan pelengkap bagi keluarga (orang tua) dalam tugas mendidik anak.
Karena orang tua mempunyai tempat yang utama dalam mendidik anak, maka orang tua mempunyai tugas penting untuk mengadakan hubungan dan kerja sama yang baik dengan guru-guru anaknya di sekolah. Orang tua dan guru dapat saling memberi dan menerima informasi tentang perkembangan kehidupan anak di rumah dan di sekolah. Dengan cara demikian orang tua dan guru dapat mendidik anak dengan cara yang lengkap dan sempurna. Selain guru di sekolah, para tetangga juga mempunyai peran peting dalam mendidik anak.Tetangga dapat membantu orang tua untuk memperkaya pendidikan rohani bagi anaknya melalui perkumpulan rohani. Dengan ikut dalam perkumpulan rohani bersama tetangga dan keluarga lain, keluarga-keluarga kristiani telah mampu mewujudkan cinta kasih Kristus terhadap anak. Karena itu keluarga-keluarga kristiani perlu mendasarkan kerja sama dengan sikap suka rela sesuai dengan teladan Tuhan Yesus. Keluarga-keluarga Kristiani juga dapat menyebarkan nilai-nilai Kristiani melalui teladan hidup yang berdasarkan nilai kebenaran, kebebasan, keadilan, cinta kasih dengan melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam pertumbuhan anak,dan dalam hidup masyarakat dan lembaga yang benar-benar manusiawi.[12]
4.5.1 Materi Pendidikan Nilai Bagi Anak Katolik Sebagai Benteng Dalam Menghadapi Pengaruh Buruk Zaman Modern
Zaman kehidupan manusia saat ini ini diwarnai oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat. Setiap pribadi pasti merasakan dampak zaman modern dalam kehidupannya.Di satu pihak kemajuan itu memberikan kemudahan-kemudahan dan kenyaman hidup. Di lain pihak, kemajuan-kemajuan itu membawa beberapa dampak negatif yang juga dapat berpengaruh terhadap kepribadian anak, seperti berikut ini;
- Individualisme. Orang zaman ini cenderung tak acuh pada orang lain. Karena itu, orangtua hendaknya membantu anak-anak agar mereka mampu mengatasi egoisme mereka.
- Persaingan. Orang zaman ini cenderung bersaing, kurang bersetiakawan. Karena itu, orangtua hendaknya mengingatkan anak-anak bahwa mereka dipanggil Tuhan untuk hidup dalam semangat kesetiakawanan.
- Mental yang lembek. Orang zaman ini cenderung kehilangan daya juang. Karena itu, orangtua hendaknya melatih anak-anak agar mereka tahan banting dan punya daya juang yang tinggi.
- Sekularisme. Orang zaman ini cenderung melupakan Tuhan dalam kegiatan dan hidupnya sehari-hari. Karena itu, orangtua hendaknya menyadarkan anak-anak, bahwa Tuhan itu selalu hadir dan penuh perhatian kepada manusia. Sebagai balasan, manusia sebaiknya menyertakan Tuhan dalam kegiatannya sehari-hari. Yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda, dalam memperkembangkan kepribadian mereka.
- Mabuk, seks bebas, perkelahian, judi, dan masa modoh. Karakter seperti ini dapat tersebar bebas dan cepat dalam kelompok anak-anak remaja yang sedang belajar.Karena itu orang tua perlu melakukan pengawasan atas tindakan dan kegiatan anaknya.
Maraknya pengaruh buruk zaman modern yang tersebut di atas bias saja menimpa anak-anak dalam keluarga. Karena itu orang tua perlu melakukan tindakan pencegahan.Upaya pencegahan yang dilakukan orang tua dapat dilakukan dengan usaha membina dan mendidik kepribadian anaknya dengan pendidikan nilai hakiki tentang kehidupan.Usaha tersebut menyangkut berbagai bidang, karena kepribadian setiap anak mempunyai berbagai dimensi, yakni : dimensi fisik, dimensi mental, dimensi moral, dimensi sosial, dan dimensi spiritual.Karena kompleksnya kepribadian setiap anak, maka pendidikan anak merupakan suatu proses yang panjang dan menuntut perhatian orangtua pada berbagai hal.Hal-hal yang paling penting berkaitan dengan pendidikan nilai hakiki kehidupan kepada anak, kiranya dapat dirumuskan secara singkat sebagai berikut berikut.
4.5.1.1 Pemberian Gizi yang Cukup
Jiwa yang sehat biasanya terdapat di dalam tubuh yang sehat pula. Bagaimana orangtua dapat membantu anak-anak mereka memiliki tubuh yang sehat? Dengan gizi yang cukup. Untuk menjamin kebutuhan gizi anak-anak selama tahun pertama, ibu mereka sebaiknya memberikan ASI (air susu ibu) sesegera mungkin. Belum ada pabrik susu lain yang dapat menandingi “pabrik” susu yang dibuat oleh Sang Pencipta sendiri. Selain memberikan gizi yang sehat dan lengkap, dengan memberi ASI, setiap ibu juga dapat membina komunikasi yang mesra dengan anak-anaknya.
4.5.1.2 Pemberian Teladan Hidup
Melahirkan anak-anak itu tidaklah terlalu sulit. Yang lebih sulit adalah membuat mereka menjadi orang-orang yang baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan teladan hidup yang baik. Kalau orangtua ingin bahwa anak-anak mereka menjadi orang-orang yang rajin, ramah, dan saleh, mereka harus memberikan teladan kerajinan, keramahan dan kesalehan.
Tidak seorang pun dapat memberikan suatu hal yang tidak dipunyainya. Orangtua yang menginginkan anak-anak mereka menghargai sesama haruslah terlebih dahulu membuktikan bahwa mereka berdua saling menghargai dan juga menghargai anak-anak mereka.
4.5.1.3 Perhatian dan Kasih Sayang
Setiap orang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang lain. Anak-anak pun membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Tetapi, tentang hal ini, haruslah disadari betul bahwa memperhatikan dan mengasihi tidaklah berarti memanjakan. Orangtua yang memanjakan anak-anak justru membuat mereka menjadi orang-orang yang “lembek” , orang-orang yang tidak memiliki “semangat juang”. Mereka tidak tahan banting dan mudah menyerah terhadap tantangan.
4.5.1.4 Suasana yang Demokratis
Pendidikan anak-anak sebaiknya berlangsung dalam suasana yang demokratis. Di sana ada komunikasi dua arah. Anak-anak tidak suka dididik dalam suasana komunikasi yang bersifat monolog, satu arah saja. Orangtua tidaklah serba tahu.
Dalam dialog itu, orang tua hendaknya menciptakan suasana yang membuat anak-anak berani mengemukakan pendapat dan mengungkapkan emosi mereka. Selain itu, anak-anak sebaiknya dibantu agar mereka siap mempertanggungjawabkan semua tindak-tanduk mereka.
4.5.1.5 Latihan Bekerja
Banyak pekerjaan kecil-kecil dapat dipercayakan kepada anak-anak, agar mereka terlatih dan akhirnya mampu mencintai pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan itu sebaiknya dimulai dari yang sederhana saja, misalnya : membersihkan lantai, mencuci piring, mencuci pakaian, menyiram tanaman, merapikan tempat tidur, menyeterika, menyiapkan minuman teh atau kopi, menghidangkan suguhan untuk tamu, menanak nasi, dan sebagainya. Yang penting, latihan-latihan itu selalu didasarkan pada motivasi yang baik dan tepat.
4.5.1.6 Perhatian pada “Tangki Cinta” dan Persahabatan
Masing-masing anak mempunyai semacam “tangki cinta”. Bila tangki itu terisi penuh, hidup anak itu berjalan aman dan lancar. Sebaliknya, bila tangki itu kosong, ia cenderung bersikap nakal dan memberontak. Tangki itu hanya dapat diisi oleh orang lain, tidak dapat diisinya sendiri. Maka, orang tualah yang pertama-tama harus mengisinya. Menurut beberapa ahli psikologi, ada lima macam “tangki cinta”, yang masing-masing dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
Ada anak yang merasa diberi perhatian bila ia menerima peneguhan atau dukungan dari orang tuanya, saudara-saudaranya, dan orang lain. Maka pintu masuk untuk menyatakan perhatian kepadanya adalah peneguhan dan dukungan. Dengan diberi peneguhan, tangki cintanya akan terisi. Hasilnya, anak itu akan mengatur dirinya sendiri dan mudah juga diatur orang lain.
Ada anak yang merasa diperhatikan bila ia dilayani atau ditolong. Dengan diberi pelayanan, tangki cintanya akan terisi. Hasilnya, hidupnya berjalan dengan baik. Sebaliknya, kalau ia tidak dilayani, tangki cintanya akan kosong. Akibatnya, ia cenderung bertindak melawan aturan.
Ada anak yang merasa diperhatikan bila ia didampingi. Dengan pendampingan, tangki cinta anak itu akan terisi. Pendampingan itu dapat dilakukan dengan berjalan-jalan bersama, bersenda-gurau, atau bertamasya bersama-sama. Hasilnya, hidup anak itu dapat berjalan dengan baik.
Ada anak yang merasa sangat diperhatikan bila ia diberi hadiah. Dengan diberi hadiah, tangki cinta anak itu akan terisi. Sebaliknya, ia merasa tidak diperhatikan bila ia tidak diberi hadiah. Akibatnya, ia berontak dan berulah, entah di rumah, entah di sekolah.
Ada anak yang merasa diperhatikan bila ia disentuh. Anak semacam itu merasa senang bila ia mendapatkan dari orang tuanya sentuhan-sentuhan fisik berupa pelukan, ciuman, tepukan-tepukan sayang di bahu, cubitan pada pipi dan sebagainya. Bila demikian, kebutuhan akan cintanya terpenuhi, tangki cintanya terisi.
Orangtua sebaiknya berusaha menjalin persahabatan dengan anak-anak mereka. Menurut Larry Grabb, persahabatan semacam itu akan terjalin bila : anak-anak tahu bahwa orang tua sungguh -sungguh mencintai dan menyukai mereka; anak-anak tahu bahwa orang tua mau menerima segala kekurangan mereka; anak-anak mengalami bahwa orang tua menghargai mereka. Sementara itu, H. Norman Wright dan Gary J. Oliver mengatakan bahwa : anak-anak cenderung mempercayai orang tua yang sungguh-sungguh mempercayai mereka; anak-anak yang didengarkan cenderung mau mendengarkan; anak-anak yang mengalami bahwa mereka dipahami biasanya mau memahami; anak-anak yang dianggap baik oleh orangtua cenderung menganggap orangtua mereka sebagai orangtua yang baik.
4.5.1. 7 Kedisiplinan dan Pendampingan
Salah satu penghasil keberhasilan adalah kedisiplinan. Orang yang hidup dengan disiplin lebih berpeluang meraih keberhasilan daripada orang yang hidup seenaknya. Kedisiplinan itu merupakan hasil dari berbagai latihan yang dilakukan secara teratur dan dalam waktu yang lama. Sayang, banyak orang tua mungkin karena rasa sayangnya, tidak tekun menumbuhkan kedisiplinan pada anak-anak mereka. Akibatnya : anak-anak hidup tidak teratur dan sulit mencapai keberhasilan.
Yang dibutuhkan oleh anak-anak bukanlah sekedar pedoman, nasehat dan pengarahan atau “dogma” melainkan juga kehadiran pendamping yang baik, yakni pendamping yang memahami perkembangan zaman maupun jiwa anak-anak. Teladan utama bagi semua pendamping kristiani adalah Tuhan Yesus sendiri. Dialah gembala yang baik, gembala yang mengenal dan dikenal semua dombaNya.
4.5.1.8. Keutamaan-Keutamaan dan Rahmat Allah
Melalui orangtua, Allah menginginkan dan memberikan hal-hal yang baik bagi anak-anak. Yang baik itu bukan hanya materi (sandang, pangan, papan) dan kepuasan psikis, melainkan juga keutamaan-keutamaan, terutama : iman, harapan, dan kasih. Dalam keluarga yang sehat, orangtua berfungsi sebagai pemberi teladan keutamaan-keutamaan. Mereka dipanggil untuk membantu anak-anak mereka, agar anak-anak mereka pun mampu mengembangkan keutamaan-keutamaan itu.
Sebagai pemberi teladan bagi anak-anak, orangtua bukanlah orang-orang yang sempurna. Karena ituorang tua tidak perlu berpura-pura dapat hidup sempurna. Mereka sebaiknya bersedia mengakui kesalahan, tidak malu meminta maaf bila berbuat salah, dan tidak enggan memberi maaf kepada anak-anak mereka. Dengan mengijinkan anak-anak melihat keterbatasan mereka, orangtua memberi kesempatan yang bagus bagi anak-anak untuk melihat kerendahan hati mereka.
Yang sangat perlu diperhatikan oleh orangtua katolik saat mereka mendidik anak-anak adalah mendekatkan diri mereka kepada Tuhan, agar beliau sendiri berkenan berkarya dalam diri mereka, yang lemah dan rapuh itu. Tanpa rahmat dan berkat Tuhan, mereka tidak mampu menjalankan tugas mulia itu dengan baik. Dalam mendidik anak-anak mereka, orangtua hendaknya berusaha melaksanakan tugas itu sebaik mungkin, sambil mempercayakan usaha mereka ke tangan Tuhan sendiri, Sang Pendidik Agung.
4.5.1.9 Doa yang Tulus
Doa adalah seruan manusia di bumi yang didengarkan oleh Allah di sorga. Pada awal setiap kegiatan, orangtua katolik sebaiknya selalu meminta berkat Allah, agar segala sesuatu yang mereka perbuat berkenan kepadaNya dan berguna bagi keluarga mereka maupun bagi masyarakat luas. Setiap hari orangtua kristiani hendaknya menyerahkan anak-anak kepada Tuhan dan mengundang beliau untuk berkarya dalam diri mereka, agar anak-anak itu mampu hidup seturut kehendakNya, dan dengan demikian pantas menjadi anak-anak Tuhan.
4. 5. 2 Materi Pendikan Iman Bagi Anak Katolik
4.5.2.1 Makna Pendidikan Iman
Yang dimaksud dengan iman ialah hormat dan kasih manusia terhadap Allah. Maka yang dimaksud dengan pendidikan iman ialah proses dan usaha-usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta dan Penyelamat.
Hormat dan kasih manusia terhadap Allah itu biasanya berkembang bersamaan dengan perkembangan seluruh kepribadiannya. Bila seseorang semakin dewasa secara menyeluruh, maka biasanya ia juga semakin dewasa dalam iman.
4.5.3 Ciri-Ciri Penghayatan Iman
Pada usia kanak-kanak, penghayatan iman seseorang biasanya masih berciri egosentrik (terpusat pada dirinya), emosional (lebih berhubungan dengan perasaannya), konkrit (lebih banyak terkait dengan penyerapan inderawinya), dan spontan (terjadi tiba-tiba, tidak teratur, dan sangat terkait dengan pengalaman di satu tempat dan pada satu saat saja).Barulah kemudian, pada usia dewasa, penghayatan iman seseorang lebih berciri sosial (diamalkan pada relasinya dengan sesama manusia), rasional (melibatkan penalaran dan perenungan dengan budi yang jernih dan hatinurani yang bening), abstrak (tidak terlalu terkait pada pengalaman inderawi di satu tempat dan pada satu saat saja), dan sistematik (teratur, saling terkait, membentuk anyaman penghayatan yang bersinambung).
Mengingat ciri-ciri dari penghayatan iman yang disebut di atas, orangtua dan para pendidik yang lain hendaknya berusaha agar semua upaya pendidikan iman sungguh sesuai dengan kemampuan dari orang-orang muda yang mereka dampingi. Pendidikan iman bagi anak-anak kecil hendaknya dilakukan melalui cara-cara yang sederhana dan menyentuh perasaan, tidak terlalu menuntut penalaran, dan mengandung contoh-contoh konkrit dari peristiwa sehari-hari.
4.5.4. Pendukung Perkembangan Iman Anak
Di samping memperhatikan hal-hal yang sudah disebut di atas, orangtua kiranya perlu juga mengetahui hal-hal berikut, yang merupakan faktor-faktor pendukung dalam perkembangan iman anak:
- Keyakinan dalam diri anak bahwa dirinya dianugerahi Allah berbagai talenta : Sebagai citra Allah, setiap anak di-anugerahi berbagai talenta. Talenta itu bagaikan sebuah benih, yangmasihdapat bertumbuh dan berkembang. Menyadari hal itu, orangtua hendaknya membantu anak-anak, agar mereka memahami diri sebagai insan yang berpotensi, karena telah di-anugerahi berbagai talenta oleh Sang Pencipta sendiri.
- Teladan iman dari orangtua dan orang-orang dewasa yang lain : Iman anak-anak hanya dapat berkembang bila mereka hidup bersama dengan orangtua dan orang-orang dewasa yang sungguh beriman. Sebagai insan yang masih belia anak-anak memerlukan teladan iman dari kedua orangtua dan orang-orang dewasa yang lain.
- Rasa aman untuk mengagumi dan bertanya : Melalui perkembangan imannya, seorang anak berkembang mendekati kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran itu dapat dicapainya bila ia lebih dahulu boleh mengagumi segala sesuatu yang dilihatnya. Kekaguman itu kemudian akan berlanjut pada tampilnya aneka pertanyaan jujur, yang menuntunnya menuju kebenaran. Karena itu, bagi setiap anak haruslah diusahakan adanya rasa aman untuk menyatakan kekagumannya dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang segala hal. Orang tua dan orang-orang dewasa yang lain hendaknya memelihara rasa aman itu, bagi semua anak.
- Dorongan untuk mencintai alam beserta segala isinya : Perkembangan iman mengantar setiap anak semakin dekat dengan Allah. Kedekatan anak dengan Sang Pencipta itu dapat dipacu bila ia dibantu secara bertahap untuk lebih dahulu menghargai dan mencintai ciptaanNya, yakni alam semesta beserta isinya, terutama makhluk-makhluk hidup, dengan manusia sebagai puncaknya.
___________________________
Sumber: yohanesharing.blogspot.co.id
_________________________________
[1] Bdk. Bondet Wrahatnala, Sosiologi, Untuk SMA dan Ma Kelas XII, ( Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional, 2007), hlm. 59.
[2] Bdk. Declaire Joan, Keluarga Adalah Sekolah Pertama Untuk Mempelajari Emosi Anak,(Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2001), hlm.75.
[3] Bdk. P. Frans Pora, SVD, Diktat Konseling Keluarga, Bahan Kuliah Untuk Mahasiswa dan Mahasiswi STKIP St. Paulus Ruteng, tahun 2001/2002, hlm. 44-48.
[4] Bdk. Tarko Suiarno, Pendidikan:kegelisahan Sepanjang Masa, ( Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 186-188.
[5] Bdk. Hawadi Remi, Psikologi Perkembangan Anak, ( Jakarta: Gresindo, 2001), hlm. 100-102.
[6] Bdk. P. Suwiro, Pr. Panduan Kesejateraan dan Kebahagian Keluarga,( Malang: Dioma, 2001), hlm. 42-43
[7] Dokumen Konsili Vatikan II, Gravissimum Educationis, Tentang Pendidikan Kristen, Terj. R. Hardawiryana, S. J, (Jakarta: Obor, 2002), hlm. 296.
[8] Bdk. J Hardiwiratno, Menuju Keluarga Bertanggung Jawab, ( Semarang: Obor, 1994), hlm. 52.
[9] Dokumen Konsili Vatikan II, OP. Cit, hlm. 298.
[10]Bdk. J Hardiwiratno, Op., Cit, hlm. 65-67.
[11] Bdk.Dokumen Konsili Vatikan II, Op. Cit, hlm. 299.
[12]Bdk. Suwito, Op., Cit., hlm. 90-92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar