Jumat, 12 Juni 2020

Romo Carolus dan Hukum yang Berakar pada Nurani

Romo Carolus menyampaikan pidato saat menerima Maarif Award di Jakarta

JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Di Nusakambangan, pulau yang lebih dikenal sebagai rumah bagi para terpidana mati, ada seorang pastor yang menanam harapan di tanah yang gersang dan jiwa yang nyaris putus asa. Namanya Pastor Charles Patrick Edward Burrows OMI, atau yang akrab disapa Romo Carolus. Sejak 1973, ia menjalankan tugas perutusannya di Paroki Santo Stefanus, Cilacap, Jawa Tengah. Tapi jangan bayangkan ia hanya berkotbah di altar. Ia berkotbah lewat pohon, ternak, dan jalan desa.

Setiap Rabu minggu ketiga, Romo Carolus menyambangi Lapas Super Maximum Security Pasir Putih. Ia mempersembahkan Ekaristi di hadapan para narapidana kasus narkoba, sebagian besar divonis mati. “Menunggu hukuman mati bertahun-tahun adalah siksaan,” katanya. Ia menyaksikan sendiri dua eksekusi yang berlangsung delapan menit tanpa kematian. Hukum yang katanya adil, ternyata bisa begitu kejam dalam praktiknya.

Vonis mati, menurut Romo Carolus, bukanlah keadilan. Ia adalah bentuk penyiksaan yang dilegalkan. Di sini, hukum tak lagi menjadi pelindung, tapi algojo yang berseragam.

Tak hanya melayani rohani, Romo Carolus juga merawat bumi. Ia menghijaukan Nusakambangan, pulau yang rusak karena penjarahan. Ketika pemerintah hanya memberi izin kepada mereka yang mampu membeli bibit albisia, Romo Carolus turun tangan. Ia bantu 50 keluarga miskin agar bisa menanam pohon. Karena baginya, hutan hanya bisa aman jika masyarakat dilibatkan dan diberdayakan.

Ketika Kakanwil Kemenkumham hendak menutup total akses ke pulau, Romo Carolus berangkat ke Semarang. Ia bicara tentang kemiskinan, tentang harapan, tentang pohon. Dan ia menang. Ia dipercaya menghijaukan kembali Nusakambangan.

Lewat yayasan YSBS, Romo Carolus memberi ternak, beasiswa, dan program Food for Work. Bantuan bukan dalam bentuk uang, tapi dalam bentuk kemandirian. Sekolah yang ia dirikan bahkan mengajarkan pelajaran agama Islam kepada siswa Muslim. Siswi berjilbab? Banyak. “Saya tidak ingin membaptis siapa pun. Saya sendiri baru merasa 20 persen Katolik,” ujarnya.

Ketulusan itu mengikis kecurigaan. Bahkan FPI Cilacap mendukung kegiatannya. “Romo Carolus sangat menyentuh kami,” kata Ketua DPW FPI Cilacap. Ketika seorang pastor Katolik dihormati oleh ormas Islam, maka hukum toleransi telah menemukan bentuknya yang paling indah.

Ahmad Syafii Maarif memberikan penghargaan Maarif Awards kepada Romo Carolus. “Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia,” kata Buya Syafii. Penghargaan ini bukan sekadar simbol. Ia adalah bukti bahwa hukum bisa berpihak pada kemanusiaan, bukan hanya pada pasal.

Sebagai advokat, saya percaya bahwa hukum harus menyentuh manusia, bukan hanya mengatur perilaku. Romo Carolus menunjukkan bahwa keadilan bukan soal vonis, tapi soal keberpihakan pada yang lemah. Bahwa penjara bukan tempat menghukum, tapi tempat merehabilitasi.

Jika hukum tak mampu menumbuhkan harapan seperti pohon-pohon albisia di Nusakambangan, maka hukum itu perlu direvisi. Karena hukum yang baik adalah hukum yang bisa membuat manusia menjadi lebih baik.


Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar