Kamis, 11 Juni 2020

Hak Dan Tanggung Jawab Politik Orang Katolik


Pengantar

Redaksi Majalah Komunkasi meminta saya untuk menulis sesuatu mengenai hak dan tanggung jawab politik orang Katolik. Tema ini diangkat dalam rangka menyumbangkan gagasan dalam  Pemilukada Jawa Barat 2013. Mungkin baik kalau kita ingat beberapa pernyataan Konferensi Waligereja Indonesia menjelang dua kali Pemilihan Umum.

 

Surat Gembala Prapaskah KWI 1997

Menjelang Pemilihan Umum pada bulan Mei 1997, Konferensi Waligereja Indonesia (=KWI) mengeluarkan Surat Gembala Prapaskah. Isinya antara lain berbunyi sebagai berikut :''Kalau Anda merasa tidak terwakili dan yakin dengan suara hati yang jernih dan kuat bahwa kedaulatan Anda tidak tersalurkan, kami dapat mengerti bahwa Anda mengungkapkan tanggungjawab dan kebebasan Anda dengan tidak memilih, dan Anda tidak berdosa apabila tidak memberikan suara''. Pernyataan ini disampaikan oleh Konferensi Waligereja Indonesia pada waktu itu, karena Pemilihan Umum semakin jelas hanyalah sandiwara untuk mempertahankan kekuasaan, bukan dalam rangka mewujudkan kebaikan bersama (=bonum commune) yang dalam Pancasila dirumuskan sebagai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Nota Pastoral KWI 2003

Pada tahun 2003, 2004 dan 2006  KWI mengeluarkan tiga Nota Pastoral yang semuanya mempunyai judul utama Keadilan Sosial Bagi Semua. Judul ini dipilih dengan dua pertimbangan. Pertama, berdasarkan pengamatan sepintas, amatlah jelas bahwa yang berkembang di tengah masyarakat adalah politik kepentingan entah kelompok atau bahkan pribadi, bukan politik yang memperjuangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, Pancasila yang memuat judul itu sudah tidak pernah menjadi wacana lagi, apalagi menjadi pedoman moral politik yang berkembang selama itu. Nota Pastoral 2003 ditulis dalam rangka menyambut Pemilu tahun 2004. Dengan tetap mengakui adanya perkembangan, KWI mengatakan, ''Berbagai masalah yang timbul di bidang ekonomi, agama, hukum, kebudayaan, pendidikan, lingkungan hidup alami dan manusiawi dilihat sebagai akibat dari keburaman dunia politik bangsa...hancurnya keadaban politik.''  (no. 8).

Secara jelas pula dikatakan bahwa politik merupakan tugas luhur untuk mengupayakan dan mewujudkan kesejahteraan bersama. Tugas dan tanggungjawab itu seharusnya dijalankan berpegang pada etika politik. Tetapi ternyata bukan kepentingan bangsa yang diutamakan. Dengan demikian ''politik terasa semakin menyengsarakan rakyat, membuat banyak orang tidak percaya lagi terhadap mereka yang memegang kendali pemerintahan serta sumber daya ekonomi dan mengikis rasa saling percaya di antara warga terhadap sesamanya'' (no. 6).

Di tengah-tengah keadaan seperti itulah, umat Katolik dipanggil untuk menjalankan hak dan tanggungjawab politiknya. Kita bersyukur karena kaum awam - saya sebut antara lain kaum awam yang tergabung dalam Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Gaudium et Spes Community - telah berusaha keras untuk membantu kita untuk menjalankan hak dan tanggungjawab politik, khususnya dalam rangka Pemilihan Umum Kepala Daerah di beberapa tempat

 

Ajaran Sosial Gereja

Menjalankan hak dan tanggungjawab politik antara lain berarti memilih. Sebelum dapat menjatuhkan pilihan dengan baik, setiap pribadi pertama-tama harus memastikan apakah dirinya sudah tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap. Sesudah itu ia mesti mempelajari, misalnya rekam jejak para calon. Selanjutnya semuanya perlu dipertimbangkan dalam terang iman, konkretnya Ajaran Sosial Gereja.

Kita dapat mengenal rekam jejak para calon misalnya dengan mengenali identitas dan latar belakang mereka (jabatan terakhir, prestasi yang dicapai), sikap terhadap pluralisme (pandangan dan sikap nyata mereka), program kerja yang mereka tawarkan (dalam menangani masalah-masalah utama di wilayahnya), pandangan, sikap dan tindakan nyata ,misalnya dalam bidang ekonomi kerakyatan, lingkungan hidup, pendidikan dan kesehatan.

Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja yang dapat dipakai untuk membantu menjatuhkan pilihan misalnya penghargaan terhadap hidup dan martabat manusia, kebaikan umum, keberpihakan kepada yang lemah, makna pekerjaan, kepedulian untuk memelihara keutuhan ciptaan. Prinsip-prinsip ini mesti dijabarkan lebih lanjut dalam butir-butir yang konkret. Misalnya, apakah calon kritis dan tegas dalam menerapkan prosedur AMDAL dalam pemberian ijin usaha, dan ukuran-ukuran jelas seperti itu.

 

Akhir kata

Tidaklah mudah untuk menjalani proses memilih seperti yang dicoba digambarkan dalam tulisan ini secara sendiri-sendiri. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau bisa dilakukan semacam rembug bersama, kelompok diskusi atau sejenisnya untuk pembelajaran bersama. Memang benar, umat Katolik mempunyai aspirasi yang bisa berbeda-beda. Tetapi perbedaan aspirasi politik, janganlah sampai memisah-misahkan, apalagi memecah -belah. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda, keluarga dan komunitas Anda.

I. Suharyo
Administrator Apostolik Keuskupan Bandung

_____________________
(deel/ keuskupanbandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar