Sejumlah warga lintas agama didampingi pemuka agama, belum lama ini berkumpul di sekretariat Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jakarta Pusat, menggelar doa untuk perdamaian.
JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Doa bersama ini dilaksanakan secara bergantian sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pertama, doa dilaksanakan secara Katolik yang dipimpin oleh Romo Johanes Hariyanto SJ dan Matheo Rebecci SX.Dalam homilinya, Romo Hariyanto menyampaikan, doa bersama ini bukan untuk mencampur adukkan agama seperti dituduhkan oleh banyak orang. Namun ingin menunjukkan bahwa berdoa itu adalah hal mulia yang bisa dilakukan semua umat manusia, meskipun dengan cara yang berbeda. Perbedaan dalah rahmat tuhan yang maha kuasa.
Dalam kesempatan tersebut, Romo Hariyanto dan Romo Matheo memberikan pemberkatan terhadap kantor ICRP dengan mempercikkan air suci kebeberapa ruangan di ICRP.
Setelah itu, doa dilaksanakan oleh umat Konghucu. Jika Katolik menggunakan altar di ruangan, umat Konghucu melaksanakan ritual di depan pintu masuk. Mereka menggunakan altar dengan meja kecil dengan beberapa dupa dan lilin. Dalam doanya, mereka meminta supaya ICRP selalu menjadi rumah besar agama-agama di Indonesia dan diberikan kelancaran.
Adapun dengan Buddha, doa dipimpin oleh Bhanthe Yana Badra. Doa dimulai dengan menyanyikan lagu-lagu Buddhis disertai dengan pembacaan Parita.
Bhanthe Badra berdoa semoga kantor ICRP membawa berkah kepada semua umat manusia, dari agama manapun. Terus melanjutkan hubungan harmonis dengan berbagai agama. Semoga semua makhluk hidup berbahagia, tegasnya.
ICRP sebagai rumah besar umat agama-agama memang sering ramai dikunjungi oleh para penganut dari berbagai agama. Tidak hanya enam agama yang dianggap resmi oleh pemerintah, namun para penghayat lokal yang masih belum diakui, kelompok agama terdiskriminasi, bahkan yang tidak beragama.
Mereka menganggap bahwa ICRP adalah rumah bersama, rumah dialog, rumah untuk menjalin sebuah kerjasama lintas agama. Rumah dimana perbedaan bukan dipersoalkan, namun disemaikan dengan perdamaian.
Setelah itu, doa dilaksanakan oleh umat Konghucu. Jika Katolik menggunakan altar di ruangan, umat Konghucu melaksanakan ritual di depan pintu masuk. Mereka menggunakan altar dengan meja kecil dengan beberapa dupa dan lilin. Dalam doanya, mereka meminta supaya ICRP selalu menjadi rumah besar agama-agama di Indonesia dan diberikan kelancaran.
Adapun dengan Buddha, doa dipimpin oleh Bhanthe Yana Badra. Doa dimulai dengan menyanyikan lagu-lagu Buddhis disertai dengan pembacaan Parita.
Bhanthe Badra berdoa semoga kantor ICRP membawa berkah kepada semua umat manusia, dari agama manapun. Terus melanjutkan hubungan harmonis dengan berbagai agama. Semoga semua makhluk hidup berbahagia, tegasnya.
ICRP sebagai rumah besar umat agama-agama memang sering ramai dikunjungi oleh para penganut dari berbagai agama. Tidak hanya enam agama yang dianggap resmi oleh pemerintah, namun para penghayat lokal yang masih belum diakui, kelompok agama terdiskriminasi, bahkan yang tidak beragama.
Mereka menganggap bahwa ICRP adalah rumah bersama, rumah dialog, rumah untuk menjalin sebuah kerjasama lintas agama. Rumah dimana perbedaan bukan dipersoalkan, namun disemaikan dengan perdamaian.
___________________________
(icrp-online.org/foto: darius leka sh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar