Terus terang saya bingung ketika diminta bercerita tentang kawin campur. Tidak ada perkawinan campur dalam keluarga besar kami. Semua perkawinan homogen walaupun beraneka ragam.
JANGKARKEADILAN.COM, DEPOK – Ada pasangan Katolik, pasangan Muslim dan Hindu. Kami adalah keluarga besar yang beraneka ragam tapi selalu guyub. Dua anak kami masih belia. Si bungsu baru akan masuk SMA sedangkan kakaknya baru saja kuliah tahun lalu. Jadi belum memikirkan perkawinan. Kalau tentang pacaran ... nah ini dia.....
Si kakak sekarang memang sedang punya pacar (begitu dia menyebut teman dekatnya), seorang pria yang tidak seiman. Pantas saja akhir-akhir ini dia sering memainkan tuts pianonya sambil menyanyikan lagunya Marcell berjudul “Perisai Cintaku”. Begini liriknya:
… aku untuk kamu, kamu untuk aku.
Namun semua apa mungkin, iman kita yang berbeda.
Tuhan memang satu, kita yang tak sama.
Haruskah aku lantas pergi, meski cinta tak kan bisa pergi.
Benteng begitu tinggi sulit untukku gapai.
Bukankah cinta anugerah,
berikan aku kesempatan tuk menjaganya sepenuh jiwa, oh..
Jelas lirik lagu ini menceritakan kisah cinta sepasang kekasih yang berbeda iman.
Dalam obrolan si kakak memang sering cerita tentang teman dekatnya. Sesekali si cowok juga pernah diajak main ke rumah. Dia snak muda yang baik, sopan, supel, dari keluarga utuh yang terpelajar. Di antara keluarganya juga ada yang beragama Katolik.
Tiba-tiba saya teringat pesan romo dalam suatu sarasehan beberapa tahun yang lalu tentang pacar yang tidak seiman. Demikian, “..minimal si pacar tidak terlalu asing dengan keyakinan kita”. Saya mengerti maksudnya.
Kemudian dalam doa saya untuk anak-anak setiap hari, saya mohon pada Tuhan, “..boleh dong Tuhan, dia ikut kami jika memang mereka berjodoh.” Doa yang bernada khawatir. Bagaimana tidak khawatir kalau si kakak pernah berkata, “..berpasangan dengan yang seiman pun belum tentu bahagia, kan”. Jika didebat terus dia akan merasa dimusuhi. Inilah yang selalu saya hindari. Untuk itulah saya harus menjaga komunikasi agar tetap berlangsung enak, bukan hanya sebagai ibu tetapi juga sebagai sahabat.
Menghadapi anak-anak memang tidak cukup dengan memberi nasehat. Memberi contoh langsung rasanya lebih ampuh. Dan contoh itu adalah apa yang terjadi dalam keluarga kita sendiri. Misalnya bagaimana kami, suami istri, menghadapi suatu masalah keluarga.
Tapi yang paling penting adalah menciptakan hubungan kami dengan anak-anak yang mencerminkan ajaran kasih. Selain itu perlu menjaga hubungan baik dengan tetangga dan keluarga besar. Partisipasi aktif kami sekeluarga dalam kegiatan di gereja, merupakan contoh nyata dan ampuh.
Itu semua merupakan PR (pekerjaan rumah) yang tidak sederhana tetapi harus dilakukan.
____________________
(Lidwina M.E.W)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar